Sejarah Kelam Aceh

Tiga ratus tahun setelah Belanda bertapak sebagai tuannya  penjajah  di Pulau Jawa dan ke atas wilayah-wilayah Hindia Belanda yang sekarang disebut ' Indonesia', Aceh masih sebuah negara merdeka yang diakui secara internasional  dan memiliki hubungan diplomatik dengan semua negara yang ada dunia .

Prof M.C. Ricklefs, menulis dalam bukunya yang berjudul A History of Modern Indonesia (Sejarah Modern Indonesia): "Aceh telah muncul sebagai kekuatan utama, yang paling kuat, kaya, dan daerah yang subur makmur." ( Bloomington ,1981) .

Ketika sebagian besar dari kepulauan Melayu telah dimasukkan ke dalam kerajaan kolonial Belanda, Aceh merupakan salah satu daerah yang paling sulit bagi Belanda untuk mentaklukkan nya. Setelah Jepang menyerah kepada tentara sekutu pada bulan Agustus 1945, Belanda berusaha untuk mengambil kembali bekas imperium kolonial  mereka, tapi Aceh adalah satu-satunya wilayah di mana Belanda tidak pernah mencoba untuk merebut kembali. Pada tanggal 27 Desember 1949, tujuh tahun setelah penarikan mereka dari Aceh, Belanda menandatangani sebuah perjanjian dengan negara buatan baru yang bernama “Indonesia" dan mentransfer kedaulatan semu mereka atas Aceh kepada Indonesia, tanpa melaksankan jajak pendapat atau referendum dan konsultasi dengan rakyat Aceh sendiri, dan hal ini sama sekali bertentangan dengan prinsip-prinsip dekolonisasi PBB.  Beginilah caranya mereka memasukkan Aceh ke dalam Indonesia dengan cara tidak sah.

Berdasarkan status sejarah Aceh yang dipapar di atas sebagai sebuah negara merdeka, dan atas dasar peleburan tidak sah Belanda terhadap Aceh ke dalam Indonesia, Acheh-Sumatra National Liberation Front  (ASNLF) kemudian didirikan pada tahun 1976 dan pendeklarasian kembali Acheh  Merdeka dikeluarkan pada tanggal 4 Desember di tahun yang sama.

Pendirian  kembali Aceh sebagai Negara suksesor didukung oleh sejumlah Resolusi PBB,  di antaranya adalah Resolusi 1514 yang menetapkan:

a. Kedaulatan dalam suatu penjajahan tidak terletak di tangan kekuasaan kolonial, tetapi di tangan orang-orang dari koloni yang diberikan.

b. Kedaulatan atas wilayah kolonial tidak dapat dipindahtangankan oleh salah satu kekuasaan kolonial kepada kolonialyang lain.

c. Semua kekuasaan harus dikembalikan oleh kolonialis kepada orang-orang asli dari setiap koloni.

Dan Resolusi PBB nomor 2621 (XXV) lebih lanjut menegaskan bahwa kolonialisme dianggap sebagai "kejahatan internasional" dan hal itu adalah merupakan hak melekat semua bangsa terjajah untuk melawan penjajah .

Konflik Aceh dan perjuangan rakyat Aceh merupakan perjuangan politik.  Perjuangan ini adalah perjuangan penentuan nasib sendiri, perjuangan kelangsungan hidup Aceh sebagai sebuah  bangsa; perjuangan ini lahir akibat penjajahan selama berabad-abad dan puluhan tahun atas  penindasan dan ketidakadilan di bawah rezim Indonesia. Dengan demikian, penuntasan pelanggaran HAM di Aceh harus dimulai dengan menyelesaikan masalah politik terlebih dahulu, dengan mengungkap status Aceh vis a vis Jakarta, yang tidak boleh tidak didasarkan pada hak penentuan nasib sendiri rakyat Aceh untukmenentukan masa depan mereka sendiri .

Sekitar enam puluh empat tahun lalu, PBB telah mengadopsi resolusi (PBB Resolusi 637-A ,18 Dec. 1952) berkenaan dengan pemecahan masalah hak-hak asasi manusia : "Hak hak masyarakat dan bangsa untuk menentukan nasib sendiri adalah suatu kondisi awal dari realisasi penuh hak azasi manusia". Di sini sekali lagi, esensi dari hak untuk menentukan nasib sendiri adalah sedemikian rupa sehingga tanpa memprioritaskan hak dasar ini, semua hak-hak lainnya termasuk hak-hak azasi manusia tidak dapat dipenuhi dan diwujudkan secara bertanggung jawab.

Comments

Popular Posts